Sunday, July 14, 2013

PANDUAN UNTUK JADI JURNALIS YANG BAIK

Menjadi wartawan bukan untuk mencari kawan, juga tidak mencari lawan — tapi mencari berita.
Ingat: wartawan mencari berita — bukan mencari kawan, juga bukan lawan.

“Sesungguhnya wartawan adalah pertapa yang hebat; yang sanggup kesepian di tengah keramaian; karena dia lebih peduli pada APA daripada SIAPA.”

 “Aku akan tulis kegiatan anda. Kalau mau visi-misi, itu iklan. Kalau mau gratis, lakukan atau ucapkan sesuatu yang menarik dan punya nilai berita.”

Sebagai wartawan, lebih bagus jika anda tidak punya profesi lain. Hindari menjadi pengurus parpol, LSM, apalagi pemborong. “Semakin sedikit predikat yang disandang, semakin baik seorang wartawan menulis,” ujar Katharine Graham, pemilik Washington Post.

Cara terbaik menjadi penulis yang baik adalah: mulai dulu menjadi pembaca yang baik. Usahakan menulis feature setidaknya sekali dua minggu .

Berita bukan cuma mengenai pejabat, tapi kisah rakyat kecil.
Jurnalisme adalah pekerjaan orang-orang kreatif.

Tak ada salahnya sesekali bereksperimen dengan kosa-kata dan frasa baru. Itu membuat karya anda senantiasa segar dan tidak membosankan. Jangan pernah berpikir akan dipuji sebagai wartawan hebat karena anda menulis istilah-istilah sulit, berbahasa asing, dan ilmiah.

Bila anda gemar menyelipkan kata-kata ilmiah pada setiap kalimat dan alinea, cobalah menulis buku pelajaran atau jadi dosen — anda sudah kesasar berprofesi sebagai wartawan.

Semakin jarang mengutip sumber anonim, semakin baik.

Semakin berani seorang sumber disebutkan identitasnya, semakin kecil kemungkinan ia berbohong.
Wartawan harus berkarakter. Yang kumaksudkan adalah karakter pada tulisan; bukan penampilan diri, apalagi kalau harus menggondrongkan rambut dan memakai sandal jepit ketika meliput.

Tulisan itu menjadi lebih hidup. “Wajah Sang Bupati dijilat sampai berselemak …,” begitu penambahan dari Porman — yang juga seorang penyair — yang tulisannya memang khas dan berkarakter.

Jangan sesekali menjiplak berita dari wartawan lain, apalagi menjiplak yang sudah terbit. Banyak wartawan tukang jiplak? Karena itulah karya-karyanya tidak berkarakter.

Belajarlah memotret. Berita koran akan lebih menarik jika disertai foto. Meskipun tugas utama reporter adalah menulis, sebaiknya jangan malas memotret. Terkadang sebuah foto yang kuat lebih layak menghabiskan lima kolom koran dibanding berita.

Foto jurnalistik yang baik tidak selalu harus fokus atau berwarna tajam dan indah. Yang utama ialah: foto itu menjelaskan sesuatu.

Tugas wartawan sebatas memberitahu publik apa yang terjadi. Maka jangan memosisikan diri sebagai interogator, jaksa, atau hakim ketika mewawancarai narasumber.

Pakailah bahasa yang santun. Kritis tidak berarti harus kasar. Lebih baik kita terlihat bodoh di depan narasumber daripada konyol di mata pembaca.
Senjata wartawan yang paling ampuh adalah bertanya.

No comments:

Post a Comment